Rabu, 23 April 2014

PROSTITUSI ANAK REMAJA


 

Tingginya angka PSK (Pekerja Seks Komersial) asal Jawa Timur yang terjaring razia yang digelar Satpol Kabupaten atau Kotamadya di seluruh Indonesia, merupakan bukti bahwa makalah Ir Tuti Asriharini MSi memiliki kebenaran. Hal ini terungkap dalam acara Pertemuan Berkala Komite Penghapusan Trafiking di kantor Bapemas Jatim Surabaya, seperti dikutip dari Wikimu.

Dalam makalah tersebut, Kepala Seksi (Kasi) Gender Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Propinsi Jatim ini, mengakui bahwa Jawa Timur merupakan salah satu daerah yang “mencetak” PSK terbanyak  (bisnis pelacuran) di Indonesia. Tolok ukurnya, jumlah PSK asal Jatim yang terazia petugas Satpol Kabupaten/ Kodya di seluruh Indonesia. Selain itu, masih banyaknya beberapa daerah yang memiliki faktor sosial penyebab terjadinya trafiking itu.

Sedangkan sebab-sebab sosial yang menjadi penyebab terjadinya trafiking di Jatim, menurut dia, adalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, kesempatan kerja, mitos penciptaan yang menganggap perempuan sebagai pembantu laki-laki, mitos kecantikan yang menguatkan kepada perempuan, dan mitos perempuan sebagai ibu bangsa yang mengedepankan tanggung jawab ibu dan beban ganda perempuan dalam keluarga. “Karena itu korban trafiking selalu menimpa para perempuan dan anak-anak,” ujarnya.

Dari data lapangan yang berhasil dikumpulkan, daerah yang ditengarai sebagai pemasok trafiking anak-anak itu sebanyak 19 Kabupaten/ Kodya, di antaranya Kab. Ponorogo, Banyuwangi, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Jombang, Blitar, Malang, Nganjuk, Sampang, Bangkalan, Jember, Situbondo dan Kodya Surabaya.

Pekerjaan lain yang paling banyak melahirkan kasus trafiking, menurut dia, pekerjaan buruh migran, perbudakan berkedok pernikahan dalam bentuk penganten pesanan dan pekerja anak di sektor yang tergolong berbahaya seperti bekerja sebagai buruh pabrik dan perkebunan, dan pembantu rumah tangga.”Modus operandi para makelar trafiking itu adalah mendatangi daerah-daerah miskin. Dengan iming-iming tersedianya lapangan pekerjaan pembantu rumah tangga atau bekerja di sebuah pabrik, maka para korban itu dijerat dan dilemparkan dalam sindikat trafiking yang ada dilokalisasi atau prostitusi tersebung di kota besar,” katanya.

Kendati demikian, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah trafiking di wilayah Jawa Timur:
  1. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang trafiking, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pendidikan dan penyuluhan masyarakat dan media cetak – elektronika.
  2. Penyediaan database kejahatan trafiking di wilayah Jatim, yang meliputi data korban, dampak yang dialami korban, pelaku, modus trafiking, serta bantuan yang telah diberikan kepada korban.
  3. Penyediaan posko informasi, pengaduan, dan pengawasan di wilayah publik, yang biasanya menjadi lokasi kejahatan trafiking antara lain terminal, stasiun, bandara, pelabuhan dan wilayah–wilayah spesifik transit dan tujuan. Selain itu, juga ruang-ruang publik seperti pasar, kantor kelurahan atau kecamatan dan sekolah.
  4. Pengawasan pengurusan identitas dan perizinan menjadi tenaga kerja. Pengawasan ini harus dimulai dari tingkat desa atau kelurahan sampai pemberangkatan.
  5. Mengintegrasikan kepentingan terbaik bagi anak dan kesetaraan gender dalam program pengentasan kemiskinan.
“Penanganan korban trafiking dilakukan secara terpadu mulai dari identifikasi korban, pemulihan fisik, psikis, pemulangan, reintegrasi, dan penguatan ekonomi korban sampai pada monitoring. Untuk penanganan secara terpadu kepada korban, telah dibentuk tim Sigap (Siap dan Tanggap) penanganan trafiking,” ujarnya.
Personil Sigap terdiri dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jatim, Dinas Sosial (Dinsos), Bapemas, Dinas Informasi dan Komunikasi (Dinas Infokom), Kanwil Hukum dan HAM Prop Jatim, Dinas Kesehatan (Dinkes), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, PKK Jatim, dan Yayasan Genta.

 Keperawanan anak SMA yang dihargai sampai Rp15 juta, ternyata juga menjadi incaran konglomerat. Terbukti, salah satu siswi itu mengaku dibooking pengusaha kaya di Indonesia.

“Saya memang pernah dibooking pengusaha yang wajahnya muncul di teve. Ia membooking saya sekitar satu bulan lalu,” kata Dw, Sabtu (13/12), satu dari lima ABG siswi SMA yang masih diamankan petugas Polres Bogor.

Dw semula tidak tahu bahwa pembookingnya merupakan orang terpandang di Indonesia. Ia baru mengetahui saat melihat teve. “Ternyata di antara mereka itu ada yang pernah membooking saya,” ujarnya sumringah.

Dw menjelaskan, ia dibawa pengusaha kaya tersebut ke sebuah resort di Kepulauan Seribu. Mereka berangkat naik speed boat mewah. Di tempat tersebut, Dw memperlakukan sang tamu seperti raja dengan pelayanan purna ranjang.

Hasilnya, Dw diberi uang banyak sekali. “Saya sendiri sampai kaget, nggak nyangka dapat duit begitu gede,” katanya seraya enggan menyebutkan jumlah yang diterima sesungguhnya.
BURU TERSANGKA LAIN

Kepolisian Resort Kota Bogor terus mengembangkan kasus penjualan siswi SMA yang berhasil dibongkar Kamis (11/12) lalu. Petugas kini memburu tersangka lainnya. Pengembangan ini menyusul data yang dihimpun dari keterangan Oki Maulana alias Oki ,36, Deri Arianie alias Deri, 34, dan Andriansyah alias Andri ,35, di Mapolresta Bogor dan Ambon di LP Tangerang.
Seperti diberitakan Pos Kota Sabtu (13/12), perdagangan wanita yang diotaki napi LP Tangerang, dibongkar petugas, ketika hendak menjual lima siswi SMA Bogor kepada petugas yang menyamar.
Dw, 19, Wn, 19, Nn, 19, Ls, 18, dan Ln, 16, yang berhasil diselamatkan petugas Polresta Bogor saat berada di Hotel Pangrango 2 di Jalan Pajajaran Kota Bogor mengakui, sudah sering mereka mendapat order dari Ambon melalui kaki tangannya.

PERDAGANGAN ANAK/CHILD TRAFFICKING

video PROSTITUSI REMAJA



Praktek pelacuran alias pekerja seks komersial (PSK) wanita di bawah umur di kota-kota ramai cukup memprihatinkan. Hal itu dibuktikan dengan di­aman­kan­nya 3 orang anak di bawah umur di Hotel Alisan, Karimun. Minggu (6/10) oleh lurah dan pemuda Kapling.

Ketiga anak baru  gede (ABG) ini diamankan sesaat keluar dari tempat hiburan di Hotel Alisan. Satu wanita di bawah umur sebut saja namanya Bunga (19) berhasil diamankan dan dua rekannya yang diduga sebagai mucikari berhasil kabur.

“Kita berhasil mengamankan satu orang untuk dimintai keterangan. Sementara dua orang temannya kabur begitu kami  datang. Mungkin mereka sudah tahu kedatangan kita,” ujar Tamrin, Lurah Kapling Kecamatan Tebing saat ditemui di Hotel Alisan, Minggu (6/10).

Dijelaskan Tamrin, tindakan yang dilakukannya berawal dari informasi dari warga soal keberadaan para anak baru gede yang sering mangkal di tempat hiburan Hotel Alisan.
“Sebelumnya kami sering juga mendapatkan informasi soal ke­beradaan wanita di bawah umur di tempat itu. Namun karena tidak cukup bukti makanya kami belum bertindak. Namun kemarin karena bukti sudah ada maka kita langsung ke sana. Sayangnya, satu orang yang diduga sebagai maminya berhasil kabur,” ujar Tamrin.

Bunga (19) yang dijumpai di Hotel Alisan mengaku hanya diminta oleh temannya untuk datang ke Hotel Alisan dan menemuinya di ruangan tempat hiburan yang berada di lantai 1 hotel tersebut.
Namun saat ditanya soal ke­beradaan dua orang temannya yang kabur, Bunga langsung bungkam dan mengaku tidak tahu. Bunga juga memohon untuk tidak diproses dan diserahkan ke Satpol PP. “Tolong Pak, saya tidak ikut, saya cuma diajak untuk datang ke sini,”  ucap Bunga yang mengaku berasal dari Pulau Parit ini.

Dari informasi yang dihimpun Haluan Media Group, keberadaan para wanita di bawah umur ini di tempat hiburan yang berada di lantai dasar Hotel Alisan diduga untuk menemani salah seorang pengusaha keturunan yang cukup dikenal di Karimun.

Lurah Kapling Kecamatan Tebing, Tamrin,  mengatakan sebelumnya sudah mengadakan kesepakatan dengan pihak hotel Alisan untuk melarang anak-anak masuk ke dalam hotel
 Data dan Fakta Anak-anak PSK
Menurut data Save Our Children, ada sekitar 2 juta anak-anak wanita diperdagangkan setiap tahun untuk dijadikan PSK. Dari eksploitasi ini, para mami dan penyedia anak-anak PSK menangguk keuntungan hingga !2 Milya Dolar per tahun (data ILO tahun 2009).
DI Indonesia diperkirakan ada sekitar 20% anak-anak PSK dari total angka selurh eksploitir perdaganan anak anak untuk tujuan seks atau  Child Trafficking ada sekitar 400 ribuan anak-anak. Disebut anakanak yakni yang masih di bawah usia 18 tahun. Kebanayakan merka di jual untuk kepentingan domestik hingga 60%, sisanya atau 40% lagi dijual ke Malaysia, SIngapore, Thailand, Brunai, Tawan, Jepang dan Arab Saudi. (sumber Save Our Children.cm tanggal 29 Maret 2009).
Apa yang menyebabkan eksploitasi terhadap nak-anak?. Biasanya anak perempuan yang berada dalam kondisi lingkungan yang buruk mereka dianggap tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Orang tua picik dan melanggar HAM anak hanya memandang anak-anak perempuan nanti urusannya tetap saja di bagian sumur, dapur dan kasur atau menganggur dan akhirnya terkubur. Kejam sekali bukan orang tua seperti ini?
Akibatnya banyak terjadi  kejadian anak perempuan putus sekolah, akhirnya mereka menjadi TKW, pelayan Cafe, PRT dan maaf ada yang jadi pelacur. Tentu pengecualian tetap ada karena di sudut lain masih banyak terdapat anak wanita putus sekolah namun akibat didikan yang hebat dan ketat orang tua yang memiliki bidaya dan martabat tinggi tetap saja anak perempuannya berada dalam lingkungan bermoral dan terhormat.
Faktor Eksploitasi Terhadap Anak
Anak-anak tidak hanya berada dalam situasi lingkungan yang buruk, tetapi mereka pun dipandang tidak sesuai jika diukur dari hak-hak anak. Orang tua masih memandang bahwa perempuan hanya berada di wilayah domestik. Anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi, karena pada akhirnya hanya kembali ke rumah, ke dapur, sumur, dan kasur melayani suami. Akibatnya angka putus sekolah tinggi. Anak perempuan kemudian menjadi TKW, pelacur, pelayan café, atau PRT.
Kesimpulan
Orang tua yang menjadikan anak nya menjadi pelacur, sengaja dan tanpa sengaja tidak dipahami oleh orang tua sebagai tindakan kejahatan. Belum ada contoh pemberian hukuman kepada orang tua yang melacurkan anaknya sengaja maupun tanpa sengaja.
Persoalan sosial berupa pengangguran dan tidak ada anak yang menjaga di rumah tidak tepat dijadikan alasan untuk membawa serta anak dalam lingkungan busuk seperti ini. Banyak cara dan teknis menitip anak di tempat saudara atau meninggalkannya di kampung halaman.
Pantas diberikan ganjaran  hukuman yang berat kepada orang tua yang memberi contoh pelacuran kepada anak, apalagi mengeskploitir anak menjadi PSK. Lihatlah apa yang diterapkan di China atas seorang ibu guru sekolah SD yang menyaring 22 anak SD menjadi PSK. Ia dihukum mati, tembak di lapangan.
Seorang perempuan di Cina dihukum mati setelah terbukti bersalah memaksa 22 anak sekolah menjadi pekerja seks. Zhao Qingmei menjalani hukuman mati di provinsi Guizhou, Cina bagian Barat Laut, setelah permintaan naik bandingnya ditolak. Zhao dan enam orang lainnya dijatuhi hukuman setelah memaksa 22 orang anak, beberapa berusia baru enam tahun, menjadi pekerja seks di daerah pegunungan miskin tersebut dari bulan Maret sampai Juni 2006. (sumber ABC Radio Australia, 15 Desember 2009)
**********
Dalam kasus Santi menemani mama Leni, apakah ada diantara kita yang masih dapat memberi toleransi selain memberi penilaian buruk di atas?.
Semoga Santi tidak terjerumus ke dalam jurang dan lembah hitam seperti ibunya yang telah kehilangan naluri keibuannya hanya karena frustrasi, stres atau balas dendam bahkan juga karena masalah tekanan hidup dalam bidang ekonomi yang teramat berat ia rasakan.
Semoga bermanfaat.

sumber :
http://sosbud.kompasiana.com/2010/11/04/menemani-ibunya-jadi-psk-potret-salah-asuh-anak/

 ARTIKEL TERKAIT :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar